Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Pengertian Rumah Sakit

    Rumah Sakit



2.1.1    Pengertian Rumah Sakit

Sesuai dengan  Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, dinyatakan bahwa :

“Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan”.

Sedangkan pengertian rumah sakit menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340/MENKES/PER/III/2010 adalah :

“Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat”.

Dari pengertian diatas, rumah sakit melakukan beberapa jenis pelayanan diantaranya pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, pelayanan perawatan, pelayanan rehabilitasi, pencegahan dan peningkatan kesehatan, sebagai tempat pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi bidang kesehatan serta untuk menghindari risiko dan gangguan kesehatan sebagaimana yang dimaksud, sehingga perlu adanya penyelenggaan kesehatan lingkungan rumah sakit sesuai dengan persyaratan kesehatan.

2.1.2    Klasifikasi Rumah Sakit

Rumah sakit terdiri atas rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah Sakit Umum adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Sedangkan Rumah Sakit Khusus adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis penyakit.

Klasifikasi rumah sakit adalah pengelompokan kelas rumah sakit berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit dibagi menjadi :
1.    Klasifikasi Rumah Sakit Umum
a)    Rumah Sakit Umum Kelas A yaitu harus mempunyai fasilitas  dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 (lima) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas) Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 (tiga belas) Pelayanan Medik Sub Spesialis.
b)    Rumah Sakit Umum Kelas B yaitu harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 (delapan) Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2 (dua) Pelayanan Medik Subspesialis Dasar.
c)    Rumah Sakit Umum Kelas C yaitu harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik.
d)    Rumah Sakit Umum Kelas D yaitu harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) Pelayanan Medik Spesialis Dasar.

2.    Klasifikasi Rumah Sakit Khusus
a)    Rumah Sakit Khusus Kelas A
b)    Rumah Sakit Khusus Kelas B
c)    Rumah Sakit Khusus Kelas C

Pengklasifikasian Rumah Sakit Khusus ditetapkan berdasarkan pelayanan, Sumber Daya Manusia, peralatan, sarana dan prasarana, serta administrasi dan manajemen.

2.1.3    Fungsi Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-undang RI. No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, menjelaskan bahwa rumah sakit mempunyai fungsi sebagai berikut :
a.    Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
b.    Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c.    Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d.    Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.2    Sanitasi Rumah Sakit

Menurut WHO, sanitasi lingkungan (environmental sanitation) adalah upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia.

Musadad,http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10SanitasiRS083.pdf/10SanitasiRS083.html, “Sanitasi Rumah Sakit sebagai Investigasi”, Jum’at, 06 April 2012. Dalam lingkup Rumah Sakit (RS), sanitasi berarti upaya pengawasan berbagai faktor lingkungan fisik, kimiawi, dan biologi di rumah sakit yang menimbulkan atau mungkin dapat mengakibatkan pengaruh buruk terhadap kesehatan petugas, penderita maupun bagi masyarakat di sekitar rumah sakit.

Dari pengertian diatas maka rumah sakit merupakan upaya dan bagian yang tidak terpisahkan dari sistim pelayanan kesehatan di rumah sakit dalam memberikan layanan dan asuhan pasien yang sebaik-baiknya. Tujuan dari sanitasi rumah sakit tersebut adalah menciptakan kondisi lingkungan rumah sakit agar tetap bersih, nyaman, dan dapat mencegah terjadinya infeksi silang serta tidak mencemari lingkungan.

2.3    Kebijakan Rumah Sakit

Dalam buku Mikrobiologi Terapan Untuk Perawat (2003:113-114) menjelaskan bahwa lingkungan rumah sakit terdiri dari semua yang ada di tempat itu: semua peralatan tetap, peralatan yang ada dapat dipindahkan, instrumen, pasien, dan petugas. Kita dapat membedakan dua keadaan-keadaan dimana risiko infeksi sangat tinggi dan diperlukan kewaspadaan ekstra (ruang operasi dan unit perawatan intensif), dan semua yang lain, dimana jelas ada bahaya tetapi dengan tingkatan yang lebih rendah.
Namun, semua tempat prinsip-prinsip pencegahan infeksi yang sama merupakan hal vital.

Dalam  hal ini manajemen risiko dapat secara efektif dimasukkan ke dalam program yang dirancang untuk mengendalikan infeksi. Manajemen risiko adalah suatu proses sistemik untuk mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang dapat terjadi dalam suatu situasi, menentukan tindakan yang diperlukan dan mengevaluasi risiko potensial dan risiko sebenarnya, sehingga tercipta suatu mekanisme untuk mengurangi risiko dan menghindari kerugian ekonomi. Hal ini diperlukan karena meningkatnya kebutuhan untuk menyediakan layanan kesehatan yang aman dan efektif di dalam hubungan yang sedang berkembang antara Primary Care Groups/Trusts dan pemberi layanan kesehatan sekunder mereka, meningkatkan jumlah klaim yang diajukan terhadap penyedia layanan kesehatan, serta biaya pengadilan. Tujuannya adalah memperkecil jumlah risiko yang terjadi, meningkatkan kualitas perawatan dan menurunkan beban biaya bagi organisasi/pengelola.

2.4    Peraturan

Dalam buku Kajian Dampak Kualitas Lingkungan Di Lingkungan Kerja Rumah Sakit (2001:1) menjelaskan bahwa pelayanan rumah sakit pada saat ini merupakan bentuk upaya pelayanan kesehatan yang bersifat sosio-ekonomi, yaitu usaha yang bersifat sosial namun diusahakan agar bisa mendapatkan keuntungan keuangan dengan cara pengelolaan yang profesional.

Didalam pelaksanaannya sering timbul masalah yang berasal dari keterbatasan sarana dan prasarana yang ada, pelayanan petugas yang kurang ramah, pembuangan limbah yang belum tertata dengan baik dan lain sebagainya. Disisi lain dampak negatif dari rumah sakit terhadap kesehatan pasien, pengunjung, petugas kesehatan serta masyarakat sekitar bisa timbul apabila dalam pengelolaannya tidak memperhatikan persyaratan kesehatan lingkungan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 986/Menkes/Per/XI/1992 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit dan Dirjen PPM dan PLP No. HK.00.06.6.44 tentang Persyaratan dan Petunjuk Teknis Tata Cara Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit serta Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia.


2.5    Pengawasan

Pengawasan sanitasi rumah sakit sangat diperlukan karena rumah sakit merupakan tempat dengan risiko kontaminasi tinggi. Pengawasan di rumah sakit meliputi pengawasan infeksi, pengawasan penderita, pengawasan pekerja rumah sakit dan pengawasan lingkungan rumah sakit. Salah satu pengawasan yang dapat dilakukan adalah melalui pemantauan kualitas udara secara bakteriologis.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan (KEPMENKES) Republik Indonesia Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit menyatakan bahwa untuk mengurangi kadar kuman dalam ruang (indoor) satu kali dalam sebulan harus didesinfeksi dengan menggunakan aerosol (resorcinol, triethylen glikol) atau disaring dengan electron presipitator atau menggunakan sinar ultraviolet. Untuk pemantauan kualitas udara ruang minimal dua kali setahun dilakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan parameter kualitas udara (kuman, debu dan gas).
»»  READMORE...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tumpukan Sampah Memicu
Adanya Vektor Penyakit


Koran Jakarta – 04 Juni 2009
JAKARTA – Tumpukan sampah disertai bau tak sedap kembali terjadi di beberapa wilayah di DKI Jakarta. Selain menimbulkan bau busuk, tumpukan sampah ini banyak dikerumuni lalat sehingga mengganggu kesehatan lingungan.
Tumpukan sampah itu salah satunya terjadi di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan,tumpukan sampah, selain terjadi di dekat Pasar Kebayoran Lama dari arah Jalan Cileduk Raya menuju Cipulir, terlihat di salah satu sudut kolong fly over Kebayoran Lama dan di depan gerbang sebuah pabrik di Jalan Kebayoran Lama Nomor 21.
Pemandangan serupa terjadi di Jalan Bungur, tepatnya di depan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Bungur. “Selain menimbulkan bau busuk, tumpukan di dekat TPU ini juga banyak dikerumuni lalat, Tumpukan sampah, selain mengundang lalat penular penyakit diare, difteri, dan tifoid, juga telah meningkatkan populasi tikus. Masyarakat perlu mewaspadai kehadiran binatang pengerat ini karena bisa menularkan penyakit leptospirosis yang gejalanya mirip flu.
Salah satu penduduk yang tinggal di dekat TPS,mengaku, tikus kerap ”menyerbu” sekitar rumahnya pada malam hari. ”Kalau malam hari, tikus keluar dari tumpukan sampah dan berkeliaran di sekitar rumah. Ukurannya besar-besar,” ujarnya.
Akibat bertumpuknya sampah itu, para penghuni yang terdiri atas anak-anak keterbelakangan mental (tunagrahita) harus menghirup bau busuk. Selain bau tidak sedap, tumpukan sampah mengundang lalat, tikus, dan kecoa sehingga areal panti menjadi tidak nyaman.





Lalat sebagai vektor Penyakit
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh9ZtBqmApvOt0VfkAMWdrewrUHkqDALZuy-9bqMj5D9AoUrEtJrv1hBx0FH0eSCqyJJIDEuxiAjB6ro0BoXd0Lzk8ZQMfeDnvLZLm-PPllOIgy0oty7Ie3bNJ547j5-tE49otoYRPU_CGW/s200/fly1.jpg 
Lalat adalah Vektor Mekanis dan Biologi, Vektor mekanis, maksudnya lalat bisa membawa virus ke mana-mana sedangkan vektor biologi maksudnya virus ini bisa masuk ke tubuh lalat dan berkembang di tubuh lalat.salah satu  Penyakit yang di sebabkan oleh lalat sebagai vektornya yaitu, diare. Penularan terjadi karena makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh kista yang dibawa oleh vektor. Gejala yang dapat ditmbulkan antara lain; sering buang air besar, fesesnya sedikit-sedikit dengan lendir dan darah, dan biasanya disertai rasa sakit diperut (kram perut), dan biasanya tidak demam.
Upaya pencegahannya dengan perbaikan sanitasi lingkungan, dan pencegahan kontaminasi makanan, pembasmian vektor serta perbaikan cara pembuangan kotoran yang baik serta cuci tangan setelah defakasi.

Tikus sebagai vektor penyakit
Tikus yang terinfeksi bakteri leptospira dapat menularkan penyakit itu kepada manusia melalui air yang tercemar bakteri tersebut. Penularan leptospirosis dapat terjadi ketika urine tikus masuk ke dalam tubuh manusia, antara lain melalui permukaan kulit yang terluka, selaput lendir mata, dan hidung (misalnya saat mencuci muka). Bisa juga melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi urine tikus yang terinfeksi leptospira, kemudian dimakan dan diminum manusia.
Gejala leptospirosis hampir mirip dengan flu yakni suhu badan tinggi secara mendadak, sakit kepala dan otot, serta mata tampak merah. Gejala biasanya akan muncul dalam kurun waktu 10 hari pascaterinfeksi bakteri leptospira. adanya penyebaran tikus dari sampah harus menjadikan masyarakat lebih waspada.


Langkah Pengendalian
Ada 2 (dua) cara pengendalian, yaitu :
1.      Cara non-kimiawi (tanpa racun serangga)
2.      Cara kimiawi (dengan racun serangga)
Pengendalian non-kimiawi
Untuk mencegah pertambahan populasi lalat, yang utama adalah dengan menjaga sanitasi (kebersihan) lingkungan dan diikuti dengan menutup semua akses masuk lalat ke dalam bangunan dengan pemasangan kawat (kasa) nyamuk, tirai plastik atau tirai angin dipintu-pintu utama bangunan, pemasangan perangkap cahaya (Ultra Violet) dan perangkap daya tarik ("attractant" / "pheromone") di dalam dan sekeliling bangunan serta dianjurkan memasang perangkap rekat ("glue trap") di area luar bangunan.
Untuk Tikus pengendaliannya di lakukan dengan cara Membunuh tikus secara langsung dengan bantuan alat-alat, Mengusir tikus dengan bermacam-macam alat yang tidak bersifat kimia( menggunakan sinar ultraviolet,gelombang elektro magnetik, dan suara ultrasonik)
Pengendalian kimiawi
Adalah cara-cara dengan menggunakan racun serangga (insektisida) untuk membunuh larva lalat (belatung) di tempat penimbunan sampah organik atau ditempat perkembangbiakan lalat, dan juga membunuh lalat dewasa dengan cara penyemprotan residu di tempat lalat dewasa hinggap. Pengasapan ("fogging") atau Pengkabutan ("cold aerosol") juga dapat dilakukan pada saat-saat lalat aktif terbang di pagi atau sore hari.
Untuk Tikus, pengendalian di lakukan dengan cara penggunaan bahan-bahan yang dapat membunuh tikus atau dapat mengganggu aktivitas tikus, baik aktivitas untuk makan, minum, mencari pasangan, maupun reproduksinya. Secara umum pengendalian kimiawi terhadap tikus dapat dibagi menjadi empat yaitu :
1.      Penggunaan umpan beracun (racun perut)
2.      Penggunaan bahan fumigan (racun nafas)
3.      Penggunaan bahan kimia penolak (repellent) atau bahan kimia penarik (attractant),
4.      Penggunaan bahan kimia pemandul (chemosterilant)

Faktor yang mendukung perkembangbiakan
Faktor-faktor yang dapat meningkatnya populasi lalat dan tikus, antara lain :
1.      Bertambahnya jumlah bangunan
2.      Musim
3.      Cara pengelolaan & pembuangan sampah yang kurang baik,
4.      Padatnya penduduk,
5.      Kesemrawutan perkotaan,
6.      Suhu
7.      Bertambah tuanya infrastruktur perkotaan.
Perilaku masyarakat sekitar
Setiap hari pasar menghasilkan sampah kurang lebih 1 ton per hari telah memberi pengaruh buruk bagi lingkungan sekitar selain menimbulkan bau yang tidak sedap dan juga bisa mengundang vektor penyakit seperti lalat dan tikus. Banyak pedagang yang membuang sisa dagangannya di pinggir jalan, terlihat dari penelusuran gambar yang kami dapat di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan terdapat banyak sekali lalat dan tikus, seperti pada salah satu gambar yang terlihat adanya lubang sebagai tempat tinggal tikus. Ini menunjukan bahwa para pedagang di sekitar pasar sangat berperan dalam menentukan kebersihan lingkungan pasar tersebut. Untuk itu,peran aktif masyarakat sekitar pasar sangat diperlukan demi terciptanya lingkungan pasar yang bersih, aman dan nyaman.     










Hasil Penelusuran gambar Di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan

           







Gambar 1







Gambar 2
Keterangan :
Vektor penyakit Lalat Dan tikus berada di tempat kotor salah satunya seperti tumpukan sampah yang berada di pinggir pasar kebayoran lama.
Terlihat pada gambar 1 terdapat lubang, di dalam lubang sering di jumpai tikus.


»»  READMORE...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS